Karya : Nadya Rifana
Derit pintu di tengah sunyi serta hentakan halus berirama yang terdengar saat aku melangkah menuju kursi menyapa pendengaranku. Sang mentari sudah berada cukup tinggi di ufuk timur, kehangatannya mulai menjalar memenuhi ruang kelasku yang kosong dan begitu hening. Kututup mataku, menikmati kicauan burung-burung yang meneduhkan hati. Temanku mulai berdatangan seiring dengan jarum jam yang terus berdentang, menandakan hari semakin siang.
"Hey kau, kemari.." kata salah satu dari sekumpulan anak yang baru saja masuk bersama satu anak lain.
Anak yang dipanggil hanya diam dan terus melangkahkan kakinya menuju kursi dan itu membuat kumpulan anak yang memanggilnya geram. Mereka mendekati anak itu lalu salah satu dari mereka mendorong pundaknya agak kasar, "Kau tuli ya? Sudah hitam, pendek, tak berguna hidup lagi!"
Aku meringis saat mendengar caci maki yang terlontar dari bibir mereka. Mereka menghina, mengejek. Ejekan karena tak sama. Ejekan karena benci.
Menganggap dirinya lebih baik, lebih keren dan lebih sempurna. itulah yang mereka lakukan hampir setiap hari di sini.
Keadaan menjadi hening saat Ibu Guru masuk ke dalam kelas dan memulai pembelajaran, mereka hanya diam membisu seolah-olah tak terjadi apa apa. Pembelajaran berlangsung tenang. Tapi tak seperti gejolak yang kurasakan dalam diriku. Aku ingin bertindak tapi dengan tak memungkiri jika aku tak memiliki keberanian yang setimbang dengan niatku. Begitupun beberapa temanku lebih memilih diam karena takut menegur mereka walaupun sebenarnya mereka pantas ditegur.
Dalam renungku, pertanyaan Guruku mengambil alih atensiku dan aku tersadar.
Apakah arti sumpah pemuda bagi kalian?
Deru suara teman menerpa telingaku, mereka saling menimpali perkataan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
"Hari sumpah pemuda itu, hari bersatunya semua pemersatu bangsa!"
"Adalah hari para pemuda berjuang dan bermimpi bagi hidupnya."
"Bagi saya, hari yang menjadikan diri saya sebagai pemuda bermanfaat dan bermartabat berharga" Hari hari yang bebas dari belenggu ketakutan.
Seorang lagi berdiri dan berucap dengan lantang, "Sumpah pemuda adalah kemauan pemudi bangkit dari kemalasan, keengganan, serta tetap punya semangat untuk berkarya. Hari penting bagi kaum muda mudi untuk terus belajar dengan semangat di tengah keloyoan."
Ibu Guru tersenyum mendapati jawaban teman temanku, sedangkan aku tetap bungkam. Enggan untuk mengatakan apapun.
"Hari pemuda Indonesia bersumpah karena sadar akan perpecahan yang dimanfaatkan Belanda untuk menjajah Indonesia!!" sebuah suara terdengar dari tengah-tengah kebisingan.
Gelak tawa sontak memenuhi seluruh penjuru kelas, menertawakan ucapan salah satu teman sekelasku yang mereka anggap sebuah kekonyolan.
Sebuah isyarat menenangkan mengatasi keramaian didalam kelas dan menarik perhatian kami. Kali ini kami semua bungkam.
"Hayoo! Jawab secara bergilir dan jangan mengejek pendapat teman kalian" kata Ibu Guru yang langsung kami setujui.
Seorang teman mengangkat tangannya dan berkata. "Sumpah pemuda adalah niatku untuk mau menerima teman siapapun tanpa pilih kasih ."
Seorang lagi ikut menimpali, "Bagi saya hari sumpah pemuda merupakan sebuah hari bersejarah bagi pemuda-pemudi yang mulai diakui keberadaannya di negara Indonesia dan mereka mendapat kesempatan untuk berekspresi."
"Sumpah Pemuda merupakan ikrar yang diucapkan kaum muda dan mudi Indonesia. Bagiku dan bagi kalian semua menjadi landasan untuk memperjuangkan Indonesia sebagai bangsa yang sungguh merdeka. Kita berani melawan ketidakadilan, berani menghadapi masalah, dan berani mengakui kesalahan."
Tanggapan demi tanggapan terus terdengar hingga akhirnya tatapan guruku tertuju padaku. Aku hanya menggeleng pelan sebagai jawaban. Tak tahu harus mengatakan apa karena aku tak benar-benar mengerti makna sumpah pemuda itu sendiri.
Dering bel mengalihkan perhatian kami dan pembelajaran berakhir dengan keadaan riuh. Semuanya bergegas keluar dari dalam kelas, kecuali aku. Otakku terus berputar, berlari kesana kemari untuk mencari titik temu dari lika-liku labirin yang membingungkanku.
Apa makna sumpah pemuda bagiku?
Aku terkejut saat tiba-tiba sosok kakek mendudukkan dirinya di sampingku seraya mendaratkan tangannya pada pundakku. Beliau menatapku lalu tersenyum hangat, "Masih terngiang di telinga Kakek saat para pemuda mengucap sumpah dengan yakin atas nama bangsa dan negara kita dulu." katanya.
Beliau menarik tangannya dari pundakku lalu menatap lurus ke depan, "Saat itu Kakek masih kecil, belum genap berumur tujuh tahun."
Senyum simpul terlukis di wajah rentanya, "Semangat para pemuda itu saat mengucap sumpah benar-benar menggebu-gebu. Membuat Kakek termangu ketika melihatnya walapun belum tahu benar apa yang mereka ucapkan, tapi itu terlihat luar biasa."
Aku yang sedari tadi terdiam membuka suara, "Makna sumpah pemuda itu apa Kek?" tanyaku.
Kakek menatapku, "Kamu tahu bagaimana bunyi sumpah pemuda? Coba sebutkan."
Dengan ragu-ragu aku mengangguk, "Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu tanah air Indonesia."
Kakek berkata, "Ini menyatakan bahwa generasi muda Indonesia harus memiliki rasa cinta tanah air dan rela berjuang demi bangsa dan negaranya. Walau tidak perlu turun ke arena perang sambil membawa senjata dan mengorbankan nyawa. Banyak anak muda sekarang yang mengolok-olok dan merendahkan bangsanya sendiri. Padahal mereka yang menghidupi masa depan negaranya, mereka berpikir serta berjuang untuk menjadikan bangsanya lebih maju."
Aku tertegun mendengar penuturan kakek, tak dipungkiri memang. Bahkan aku sendiri sering melakukan tanpa sepenuhnya sadar menginjak injak, mengolok dan menyepelekan bangsaku sendiri dengan tak jarang berucap...heem apalah Indonesia. Tak mungkin menang, tak mungkin bisa dan tak mungkin maju seperti negara idolaku.
Aku mulai sedih melihat diriku sendiri.
Tapi aku segera melanjutkan "Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia."
Kata kakek lagi,"Bangsa yang satu." Artinya sebagai calon penerus bangsa kelak para pemuda-pemudi perlu menyadari beraneka perbedaan yang ada dalam bangsanya. Bukan hanya menyadari, tapi mereka juga harus menjaga kesatuan yang sudah dibangun dan diperjuangkan. Mengikat semua perbedaan menjadi satu agar memperkuat bangsa. Bukan malah memecah dan membangun dinding-dinding pemisah dalam masyarakat. Perundungan dan diskriminasi terjadi, ini bukti orang muda mudah tersulut dalam perbedaan. Padahal kalau bersatu kita bisa.
Nyaliku menciut melihat kakek mulai meninggikan nada bicaranya, dengan suara kecil atau karena aku ingin segera pergi... Tapi aku harus menyelesaikannya. Aku melanjutkan "Kami Putera dan Puteri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia."
Kakek kembali membuka suara, "Bahasa Indonesia merupakan identitas bangsa kita, bangsa Indonesia. Sudah selayaknya para pemuda dan pemudi bangga dengan bahasanya sendiri. Dengan tetap memperhatikan bahasa daerah dan bahasa internasional. Bahasa Indonesia berperan penting dalam menyatukan perbedaan yang ada dalam negara kita. Tak sepantasnya, mereka meremehkan bahasa Indonesia dengan sikap merasa bisa. Sudah menguasai dan biasa menggunakan setiap hari, tak perlu dipelajari. Seharusnya mereka malu! Banyak orang asing belajar bahasa Indonesia dengan tekun."
Sumpah pemuda bukan sumpah kosong. Sebuah janji yang harus dijalani walau berat dan sebuah tekad hati yang setia ujar kakek dengan menggebu. Aku menjadi merasa malu akan diriku sendiri.
Kakek melanjutkan,"Orang-orang muda mudah menyalahi aturan, menganggap dirinya selalu benar dibanding orang lain, menolak perbedaan di negeri yang penuh dengan keberagaman ini. Mengikuti provokator yang tidak dikenalnya, ikut demo tanpa tahu tujuannya, bahkan mereka tak mengerti apa yang mereka lakukan."
"Apakah mereka pikir sumpah pemuda hanyalah sebuah peristiwa sejarah? Sungguh menyayat hati. Coba kamu lihat semua kekaauuan diluar sana. Pancasila, Undang-undang Dasar, Bhinekka Tunggal Ika, semua pilar-pilar penopang negara itu seakan tanpa makna . Mereka pernah mendengar, cukup diam saja dan seolah tak berdaya tanpa melakukan apapun. Bukankah tugas mereka melanjutkan cita-cita? menggagas impian baru untuk Indonesia yang maju? Para dahulu berjuang mati-matian dan berkorban nyawa dalam peperangan. Kini, kamu perlu menghadapi realitamu dg pengetahuan yang dalam dan penggunaan teknologi yang benar! " Sambung kakek yang langsung berdiri dan beranjak meninggalkanku sendirian.
Saat itu juga aku tersadar dari lamunanku yang terasa sangat nyata. Aku menunduk dalam diam, memikirkan semua perkataan kakek yang menusuk hatiku. Walau sosok beliau hanya tampak di benakku, tetapi benar. Semua yang tadi beliau katakan adalah benar. Aku mulai sadar bagaimana hancurnya diri sebagai generasi. Kala aku tak segera berdiri dan bahkan berlari, menyadari posisi dan kewajibanku sebagai generasi kini dan nanti.
Memang, memahami makna sumpah pemuda itu tak mudah.Namun, saat ini di sini aku belajar. Bangsaku adalah aku, aku adalah generasi yang punya peran kini dan esok. Bangsaku maju jika segenerasiku berdaya. Generasiku adalah generasi orang muda tubuh dan jiwa bangsanya. Bangsa Indonesia. Aku mengerti apa yang harus aku lakukan.
~~Cerpen~~
#SMAKSATYACENDIKAJEMBER
Komentar
Posting Komentar